Academic Fatigue versus High Creativity

Kangnanan.com – Pandemi Covid-19 telah memosisikan diri pada posisi yang cukup lama. Cukup lama dalam arti melebihi prediksi analis kesehatan dengan berbagai simulasi dan rekayasa kondisi dalam upaya mengakhiri penyebaran virus ganas ini. Efek funtastic yang cukup menggemparkan adalah keganasan virus ini telah merubah semua lini kehidupan; persepsi diri maupun persepsi publik dalam melakukan pola kehidupan. Efek itu sangat terasa sekali pada lini ekonomi publik yang merupakan jantung utama yang men drive segala lini. Sumbu ekonomi yang menjadikan mobilisator atas semua gerak percaturan kehidupan, mendadak ditambah energinya, diubah strateginya bahkan dihilangkan pola lama yang tidak berkutik dalam upaya penyelesaian masalah kekinian. Buntut dari semua itu, keterpurukan ekonomi menjadi isu utama dalam kancah internasional.

Memandang permasalahan pandemik yang memasuki usia tahun kedua, tentu cukup melelahkan bagi semua kalangan yang lini bisnisnya sarat dengan kerumunan dan pola komunikasi verbal dalam berbagai urusannya. Akan tetapi, kondisi ini juga tidak serta merta menghilangkan 100 persen peluang lain bagi pihak tertentu yang mampu merespon perubahan drastis ini. Setidaknya, jika keterpurukan ekonomi sangat terganggu dengan adanya pandemi ini, tentu ada pula pelayanan lain yang dapat meraup keuntungan dari kondisi ini. Sudah menjadi rumus alam bahwa ketika yang terserang ada di satu ranah kehidupan maka konsentrasi kebijakan anggaran akan berpihak pada wilayah itu. Sehingga, bisnis di ranah itu akan sangat menjanjikan. Namun, tulisan ini tidak akan membahas itu.

Dalam konteks pendidikan, kebijakan kegiatan pembelajaran menjadi patokan untuk dapat tetap terlaksana dengan baik. Pelaksanaan pembelajaran yang berbasis luaran sesuai dengan amanat kementerian pendidikan harus tetap dilaksanakan dengan protokol kesehatan ketat dan dengan segala keterbatasan kondisi saat ini. Keterbatasan dalam hal ini adalah pertemuan verbal yang tidak sebebas dulu di saat sebelum pandemi covid 19. Sehingga, kondisi ini harus direspon dengan kreativitas dan inovasi pembelajaran yang baik. Kita tidak memiliki pilihan untuk berhenti belajar dan mengajar. Akan tetapi, strategi jitu belajar dan mengajar harus diciptakan. Outcome Based Education yang dicanangkan pemerintah saat ini harus didukung pula oleh Outcome Based Teaching and Learning, Outcome Based Curricullum, dan Outcome Based Assessment. Tiga fase tersebut menjadi penguat bagaimana pendidikan berbasis luaran dapat tercapai. Namun, saat ini kita dihadapkan pada dua pilihan psikologis yang sangat berbeda secara diametral, yakni Academc Fatigue versus High Creativity. Dua kondisi yang berseberangan dan harus dipilih salah satu bukan keduanya serta memiliki resiko masing-masing.

Seberapa Besar kita mengalami Academic Fatigue?

Academic fatigue adalah kondisi dimana seseorang mengalami kelelahan dalam melakukan pembelajaran dan pengajaran. Aktivitas akademik mereka cenderung berbasis rutinitas dan menghasilkan sesuatu yang cenderung monoton. Kondisi monoton dalam aktivitas seseorang maupun komunitas akan berakibat pada hilangnya selera untuk melanjutkan kegiatan ini. Fatigue atau tiredness atau kelelahan bermakna bahwa seseorang merasa sudah melakukan apa yang semestinya ia lakukan dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Karena tidak mengalami perubahan cara kerja atau aktivitas mereka atau tidak adanya pengaruh eksternal yang memberikan kebaruan dalam kegiatan mereka, maka terjalidah stagnansi kegiatan dan luaran yang tidak begitu memberikan efek perubahan terhadap dirinya.

Kondisi ini juga terjadi pada lembaga pendidikan; pengajar dan pemelajar dihadapkan pada pembelajaran online berkelanjutan. Mindset pembelajaran tatap muka atau luring merupakan pilihan strategis yang sudah biasa dilaksanakan sebelum pandemi Covid 19. Akan tetapi, kurang lebih 2 tahun terakhir ini, pembelajaran daring mulai membosankan bagi sebagian besar pengajar dan pemelajar. Kelelahan ini terjadi karena ada kondisi psikologis individu maupun komunitas dalam bentuk ‘harapan’ akan kembalinya kondisi ‘normal’ seperti biasanya. Sehingga kegiatan online maupun blended learning ini hanya bersifat sementara. Online maupun blended learning hanya pilihan yang terpaksa dari sebuah kondisi yang tidak bisa terelakan saat ini. Sehingga, online learning menjadi sebuah cara belajar yang kurang mengasyikan dalam waktu yang lama dan berkepanjangan. Hal ini berbeda ketika sebuah sistem pembelajaran yang di-create dari awal sebagai sebuah pembelajaran online. Baik pengajar maupun pemelajar, mereka sama-sama memiliki awarens dalam menjalanankan model pembelajaran online itu.

Apa sih High Creativity itu?

Ini semacam kebutuhan hari ini. Seseorang yang ingin survive lalu ingin melakukan adaptasi dengan kondisi saat ini, ya harus memiliki action yang bercirikan high creativity. High creativity adalah cara seseorang merespon perubahan dengan tidak panik dan baperan. Panik dalam arti terjebak dalam perubahan masa sehingga seseorang terendam dalam kubahan keluhan dan mempersalahkan pihak lain. Sementara baperan adalah sifat psikologis seseorang yang hanya mampu berandai-andai terhadap kondisi di mana tidak banyak masalah jika sesuatu hari ini tidak terjadi padanya. Kedua sikap ini hanya terjadi kepada mereka yang memprotes tentang keabadian perubahan.

High creativity harus ditunjukkan dengan perubahan pola pikir, pola sikap, pola tindakan, dan pola perlakuan terhadap orang lain. Perubahan pola ini menuntut kita untuk menemukan cara baru kita dalam merespon perubahan. Merespon perubahan adalah cara kerja otak dan tindakan yang mampu mengambil unsur manfaat bagi dirinya dan bagi publik. Mengambil peluang atau kesempatan dalam setiap kondisi yang berubah tidak mudah bagi individu untuk melakukannya. Sehingga, butuh kerja kolaborasi dan sinergitas dalam menentukan keputusan tindakan itu.

Dalam konteks pendidikan, high creativity muncul dengan model pembelajaran yang mampu menjadi jembatan penghubung dalam menumbuhkembangkan kompetensi dan keterampilan peserta didik dalam melakukan pembelajaran baik online maupun offline. Model pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan platform pembelajaran online tidak mengurangi esensi konten, tujuan, ouput, dan outcome pembelajaran. Kreativitas ini diimplementasikan dalam tataran teknis penggunaan tools digital yang bisa membantu penguatan kompetensi dan keterampilan peserta didik.

Terciptanya kompetensi dan skill sesuai harapan rencana pembelajaran tentu harus didukung oleh dua infrastruktur utama; infrastuktur fisik dan infrastruktur digital. Jika dulu kita hanya berbicara infrastruktur fisik saja yang bisa mendukung kesuksesan pembelajaran. Hari ini, infrastruktur digital menjadi sebuah keharusan juga. Tanpa jaringan internet, kita akan kesulitan untuk terhubung dengan peserta didik. Kedua infrastuktur itu harus dikendalikan oleh SDM yang memiliki literasi digital yang cukup. Sehingga, kedua infrastuktur itu dapat bernilai guna untuk mendukung learning outcome yang maksimal.

What’s next?

Hari ini kita tidak bisa terus memprotes terhadap kebijakan yang terus berubah-ubah, atau bahkan hanya menunggu untuk kembali ke masa di mana kita sudah merasa menguasai, no. Hari ini kita dituntut untuk berani berkolaborasi dan bersinergi untuk bersama menemukan model pembelajaran dan pengajaran based on public’s needs. Pembelajaran dan pengajaran berbasis kebutuhan publik akan menjadi pilihan strategis dalam kegiatan saat ini. Tidak semua pengetahuan harus kita ketahui, tidak semua ilmu harus kita kuasai, tidak semua aktivitas harus kita lakukan. Yang terpenting adalah bagaimana pengetahuan, ilmu dan aktivitas itu dapat berguna bagi diri kita dan publik. Mulailah dengan aksi yang dapat menjadikan diri kita survive and adaptable serta memberikan perubahan ke arah yang lebih baik untuk publik.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *